Setiap pagi dan sore hari, terutama pada jam-jam sibuk mahasiswa, terlihat pemandangan yang mulai familiar di lingkungan kampus UPI Bumi Siliwangi. Mahasiswa maupun mahasiswi berjalan hilir-mudik menuju gedung fakultas dan jurusannya masing-masing ataupun sebaliknya. Ada yang berjalan sendirian, ada yang berjalan berkelompok, ada yang berjalan pelan sambil membaca buku, ada yang berjalan tergesa-gesa, dan ada juga yang berjalan sambil bersenda-gurau dengan teman-temannya. Sungguh pemandangan lingkungan kampus pendidikan yang indah sekali.
Berjalan kaki merupakan salah satu bentuk olahraga yang sangat praktis. Yang mana olahraga merupakan kebutuhan dasar dari kehidupan manusia. Karena olahraga adalah gerak. Sedangkan gerak adalah salah satu ciri dari mahluk hidup. Olahraga berjalan kaki memilki banyak manfaat, diantaranya : mudah untuk memulainya, meningkatkan kemampuan otak, membantu mengurangi risiko penyakit jantung dan stroke, dan memperpanjang umur (5 Alasan Sehat untuk Mulai Olahraga dengan Berjalan Kaki, 2012). Sehingga diharapakan olahraga khas kampus UPI Bumi Siliwangi ini dapat dilestarikan dan memberikan manfaat kepada seluruh mahawiswa.
Dewasa ini dapat kita amati salah satu kebijakan kampus UPI yang sedikit menggelitik untuk dikritisi. Yaitu pengadaan alat transpotasi massal gratis yang berkeliling kampus UPI Bumi Siliwangi. Yang mana kendaraan berwarna hijau ini berkeliling kampus UPI mulai dari pagi sampai petang seraya membawa mahasiswa dari satu tempat ke tempat lainnya secara cuma-cuma. Yang tentu saja akan mengurangi jumlah mahasiswa yang berjalan sehat di dalam kampus UPI.
Dari beberapa sisi mungkin kebijakan ini memiliki manfaat dan tujuan tertentu yang positif. Namun dari kaca mata kebiasaan olahraga jalan sehat, terlihat indikasi akan tergerusnya kebudayaan positif yang satu ini. Yang mana terdengar berita bahwasanya angkutan massal ini akan segera diperbanyak.
Setelah lokalisasi parkir roda dua, sebagian besar mahasiswa dan pengamat olahraga dari kalangan dosen FPOK berharap agar lokalisasi kendaraaan roda empat segera dapat direalisasikan. Namun seperti kata pepatah “gayung bersambut, apa daya tangan tak sampai” justru angkutan massal gratis menjadi kebijakan terbaru kampus UPI.
Angkutan massal gratis seperti ini bukanlah hal yang baru. Kampus tetangga (UNPAD) telah terlebih dahulu memulainya beberapa tahun yang lalu. Karna memang kampus UNPAD Jatinangor terkenal sangat luas. Dengan kontur geografis kampus yang berbukit-bukit. Maka wajar jika dibutuhkan angkutan massal gratis bagi mahasiswa UNPAD.
Namun apabila kita mengamati kamus UPI Bumi Siliwangi yang memiliki luas hanya kurang lebih 61 hektar (UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA, Informasi, Lokasi). Dan dengan kontur geografis yang tidak terlalu naik-turun (berbukit-bukit). Dapat dikatakan kampus UPI Bumi Siliwangi tidak terlalu membutuhkan angkutan massal gratis. Terlebih lagi olahraga jalan sehat yang sedang membudaya dewasa ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa dan dapat menjadi identitas yang khas bagi kampus UPI Bumi Siliwangi.
UPI mengidap penyakit budaya latah atau krisis identitas..?
Selasa, 18 Maret 2014
Senin, 13 Januari 2014
LAPORAN INDIVIDU PRAKTIK LAPANGAN DI KLUB SEPAK BOLA KIARA PAYUNG FC
LAPORAN INDIVIDU PRAKTIK LAPANGAN
DI KLUB SEPAK BOLA KIARA PAYUNG FC
TAHUN AJARAN 2013/2014
Diajukan
untuk melengkapi salah satu syarat penyelesaian Praktik Lapangan
Oleh
:
Herdiansyah
Agus
NIM
: 1103805
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA
FAKULTAS
PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN INDONESIA
2014
LEMBAR
PENGESAHAN
LAPORAN
INDIVIDU PRAKTIK LAPANGAN
DI
KLUB SEPAK BOLA KIARA PAYUNG FC
TAHUN
AJARAN 2013/2014
Bandung,……………….
Dosen
Pembimbing, Pelatih
Pembimbing,
Dr.
Mulyana, M.Pd. ………………………….
NIP.
197108041998021001
Mengetahui,
Pengurus
Klub,
……………………..
BAB
I
MASALAH-MASALAH YANG DIALAMI SELAMA
PRAKTIK LAPANGAN
A.
Penyusunan
Program Latihan
Dalam penyusunan
program latihan terdapat beberapa masalah yang penulis temui, diantaranya :
1. Tidak
pastinya jadwal pertandingan atau kompetisi yang akan mejadi taget
2. Data
kemampuan atlet tidak ada (fisik)
3. Data
kebutuhan pertandingan tidak ada (baik fisik maupun teknik)
4. Data
target kemampuan fisik untuk pertandingan tidak ada
Dalam
penyusunan program latihan di klub kiara Payung FC, penulis dipercayakan untuk
memprogramkan pelatihan fisik untuk atlet. Dalam pembuatan program latihan
tersebut, terdapat kendala-kendala yang penulis hadapi. Dalam pembuatan program
latihan tentu saja dibutuhkan data-data pertandingan. Baik waktu pelaksanaan
maupun kebutuhan pertandingan. Namun penulis menemukan tidak pastinya jadwal
pertandingan atau kompetisi yang diadakan oleh pihak-pihak terkait (PSSI
JABAR). Sehingga penentuan peak performance (kondisi puncak) atlet sangat sulit
untuk di manipulasi dan di targetkan. Begitu juga dalam penentuan pembagian
fase-fase latihan. Fase-fase latihan tersebut diantaranya terdiri dari tahap
persiapan. Yang terdiri dari persipan umum atau TPU dan tahap persiapn khusus
atau TPK. Kemudian tahap kopetisi. Yang terdiri dari tahap pra kompetisi atau
TPKom dan tahap kompetisi utama atau TKomUt. Yang mana fase-fase latihan
merupakan hal yang sangat penting dalam pentahapan atau memperiodisasikan
latihan.
Tidak
adanya data kebutuhan pertandingan menjadi masalah berikutnya. Sehingga dalam
penentuan volume latihan menjadi hal yang sulit dilakukan. Karena dengan data
kebutuhan pertandinganlah volume
maksimal latihan dapat dihitung. Baik itu merupakan data kebutuhan fisk maupun
data kebutuhan teknik. Data kebutuhan fisik dalam pertandingan tentu secara logis menjadi hal yang harus ada
dalam pembuatan program latihan fisik. Namun data kebutuhan teknik dalam
pertandingan juga sangat dibutuhkan dalam pembuatan program latihan fisik.
Karna program latihan fisik juga disiapkan untuk menunjang kebutuhan teknik
pada saat pertandingan (fisik yang prima dan siap untuk melakukan teknik sesuai
dengan kebutuhan pertandingan).
Kemudian
penulis juga mendapatkan masalah dalam pembuatan program latihan dengan tidak
adanya data kemampuan atlet serta target kemampuan fisik yang dibutuhkan dalam
pertandingan. Sehingga dalam pembuatan program latihan penulis harus
benar-benar menulis secara detail program latihan setelah melakukan tes awal.
Karena program latihan tidak akan dapat dibuat secara mendetail apabila belum ada
data kondisi fisik atlet secra keseluruhan.
Tidak
hanya sampai disitu, setelah mendapatkan data kemampuan fisik atlet secara
keseluruhan (fleksibilitas, kecepatan, kekuatan, dan daya tahan), penulis
kembali menemui masalah pembuatan program dengan ketiadaan data target
kebutuhan fisik untuk pertandingan. Data target
kebutuhan fisik dalam pertandingan mutlak harus ada untuk dijadikan
pedoman kemampuan atlet yang akan dibentuk (melalui poses pelatihan). Apabila
data ini tidak ada maka penulisan program latihan menjadi tidak sisteatis.
Seakan-akan menerka-nerka kemampuan atlet yang akan didapatkan melalui proses
pelatihan. Sehingga pembuatan program latihan menjadi tidak sesuai dengan
kebutuhan pertandingan yang sesungguhnya.
Sangat ironis sekali mellihat suatu pelatihan ataupun program latihan yang tidak
memiliki data taget kebutuhan fisik dalam pertandingan. Seperti sebuah kapal
dilautan lepas yang kehilangan arah dan tujuan. Seperti itulah kiranya apabila
kita membahas tentang ketiadaan taget kebutuhan fisik dalam pertandingan. Yang
mana data taget kebutuhan fisik dalam pertandingan itu menjadi sebuah tujuan
yang akan dan harus dicapai melalui proses pelatihan yang panjang (periodisasi
latihan). Sehingga data taget kebutuhan fisik dalam pertandingan dapat
dikatakan mutlak dibutuhkan dalam pebuatan sebuah program latihan.
B.
Proses
Penampilan
Selama proses latihan
berlangsung (mulai tanggal 2 november 2013 sampai 5 januari 2014) penulis
mengalami berbagai permasalahan dalam proses penampilan, diantaranya :
1. Sulitnya
mengorganisir situsi dan kondisi yang kondusif untuk latihan
2. Mengingat
nama-nama atlet pada awal-awal latihan bukanlah hal mudah
3. Kesulitan
dalam memahami karakter-karakter atlet
4. Kurang
mahirnya penulis dalam memotivasi alet untuk berlatih
5. Membosankannya
bentuk-bentuk latihan fisik dalam ulangan yang sangat banyak
6. Penulis
kurang mahir dalam mencontohkan beberapa gerakan (seperti gerakan teknik
pembentukan lari dan lain-lain)
7. Sulitnya
mengoreksi gerakan-gerakan (seperti gerakan teknik pembentukan lari dan
lain-lain) untuk membentuk gerakan yang baik dan benar
8. Sangat
sulit mengubah suatu pola gerak atlet yang salah
9. Penulis
juga mengalami kesulitan dalam penyampaian materi-materi yang menditail dalam
bentuk bahasa yang mudah dicerna. Sehingga terkadang untuk menekankan suatu
pola gerak yang diinginkan butuh beberapa sesi latihan (bahkan banyak sesi).
Proses
penampilan pada masa-masa awal latihan merupakan hal yang sangat berat bagi
penulis. Penulis banyak mengalami kesulitan-kesulitan yang harus ditanggulangi.
Namun seiring dengan berjalannya waktu dan proses latihan, satu persatu masalah
mulai terlalui dan terpecahkan. Memang dalam proses pelatihan baik itu dari
berbagai macam disiplin ilmu dibutuhkan waktu untuk berdaptasi atau dapat juga
dikatakan dengan proses pendahuluan.
Pada
masa-masa awal latihan penulis sangat kesulitan menghafal nama-nama atlet.
Sehingga komunikasi dengan atet menjadi tidak lancer bahkan terhambat. Bahkan
ada beberapa waktu penulis ingin menyampaikan sesuatu namun karna tidak tau nama atlet sehingga
penulis mengurungkan niat. Penulis
mengurungkan niat menyampaikan hal tersebut juga karna waktu untuk menyampaikannya sangat cepat atau terbatas. Sehingga apabila
harus bertanya nama terlebih dahulu akan menyita waktu dan tidak akan sempat.
Dan beberapa kali penulis juga menggunakan kata sapaan umum untuk memanggil
atlet seperti kamu, hei, menyebutkan warna baju, dan bahkan hanya menyampaikan
intruksi tanpa menggunakan kata sapaan.
Menciptakan
suasana (situasi dan kondisi) latihan yang kondusif merupakan hal yang sangat
kopleks. Mulai dari motivasi masing-masing atlet, situasi dan kondisi tempat
latihan (sering sekali hujan), materi latihan dengan pengulangan yang banyak,
penyampaian materi, komunikasi antar atlet (ada yang bercanda, ada yang sedang
tidak akur), dan lain sebagainya. Sehingga untuk menciptakan suasana latihan
yang kondusif penulis mengalami
kesulitan
Motivasi
atlet dalam berlatih sangatlah penting. Karna hanya dengan adanya motivasi
dalam diri atlet maka proses latihan akan berjalan dengan baik. Berbicara
tentang motivasi atlet tentu tidak akan terlepas dari motivasi intrinsik (motivasi
dari dalam diri sendiri) dan motivasi ekstrinsik (motivasi dari luar atau
pengaruh dari luar). Dalam proses latihan yang telah berlangsung penulis
menemukan beberapa atlet yang emiliki motivasi intrinsik yang bagus. Dan itu
sangat membantu sekali dalam proses latihan tersebut. Namun ada kalanya pula
otivasi intrinsic itu melemah. Biasanya adanya pengaruh-pengaruh dari luar yang
mengakibatkan melemahnya motivasi intrinsik atlet tersebut. Namun ada pula
atlet-atlet yang memiliki motivasi intrinsik yang lemah. Sehingga harus
didorong melalui motivasi ekstrinsik.
Atlet
hanya termotivasi dengan permainan sepak bola. Ini adalah suatu hal yang unik. Disini
penulis menyadari bahwasanya olahraga sepak bola merupakan olahraga permainan.
Sehingga wajar bila atlet hanya tertarik dengan latihan yang menggunakan bola.
Namun disini pulalah penulis mengalami kesulitan. Karna pada fase persiapan umum
terdapat program pelatihan fisik yang mengarah ke persiapan atau adaptasi fisik
secara mendasar. Sehingga proses pelatihan menggunakan bola akan sangat minim
sekali dilakukan. Karna dikhawatirkan fisik belum siap untuk melakukan tugas
fisik yang berat. Yang nantinya akan dapat merusak teknik dalam proses laihan
menggunakan bola. Belum lagi situasi dan kondisi latihan atau tempat latihan
yan tidak memungkinkan menggunaan bola.
Kebutuhan
pertandingan menjadi target dan acuan dalam pembuatan program latihan. Namun
karna acuan itu pulalah pengulangan-pengulangan yang banyak dalam proses
latihan menjadi suatu keharusan. Untuk mempersiapkan atlet memenuhi kebutuhan
fisiknya dalam pertandingan.
Seperti
memakan buah simalakama, tidak terpenuhinya kebutuhan pertandingan atau
kejenuhan dalam proses latihan. Dua hal yang saling bertolak belakang harus
dihadapi. Kebutuhan pertandingan menjadi hal mutlak yang harus di penuhi untuk
mencapai prestasi yang diinginkan. Sehingga kejenuhan dalam proses latihan
menjadi suatu hal yang tidak terelakkan. Memang untuk meminimalisir kejenuhan
dalam proses latihan dapat dikurangi dengan memperbanyak variasi-variasi
latihan. Namun dengan terlalu banyaknya pengulangan yang harus dilakukan
menjadikan proses latihan tetap menjenuhkan.
Mencontohkan
gerakan yang akan dipelajari. Kalimat ini memang terkadang sangat mudah di
ucapkan dan dituliskan dalam program
perencanaan latihan. Bahkan cenderung dianggap sebelah mata oleh penulis
dan orang lain. Namun disinilah letak permasalahan yang krusial bagi penulis.
Memang secara garis besar penulis menguasai gerakan-gerakan yang harus
dicontohkan dalam proses latihan. Namun secara menditail penulis belumlah
mahir. Terutama dalam mencontohkan pola-pola gerak teknik pembentukan
kecepatan. Yang mana penulis isa melakukan namun tidaklah mahir. Padahal tentu
saja atlet akan mencontoh dan meniru sebaik mungkin apa yang dicontohkan oleh
pelatihnya.
Mengoreksi
kesalah-kesalahan gerakan atlet. Terkadang memang mudah melihat apakah atlet
tersebut gerakannya sudah benar atau masih salah. Karena memang bentuk gerakan
yang benar telah kita pahami secara mendetail sebelum mengajarkan. Namun yang
menjadi permasalahan adalah bagaimana caranya menyapaikan koreksian agar pola
gerakan yang salah tersebut dapat berubah. Terkadang kita mengetahui pola gerak
tersebut belum sempurna. Namun bagaimana menyepurnakannya adalah suatu hal yang
berbeda. Titik-titik mana yang harus dirubah menjadi suatu hal yang sulit untuk
ditemukan. Dan bagaimana bahasa menyapaikan agar titik tersebut dapat diubah.
Dan apakah bahasa yang digunakan untuk menyampaikan bahwasanya titik tersebut
harus diubah dapat dicerna dan dipahami kemudian dilaksanakan oleh atlet. Belum
lagi ditambah dengan pola gerak yang
belum tepat (salah) yang mana sudah menjadi kebiasaan. Ini akan lebih sulit
lagi untuk merubah atau memperbaikinya.
Memperbaiki
pola gerak yang kurang tepat atau kurang efisien atau salah yang mana telah
menjadi kebiasaan sangatlah sulit. Walaupun kunci atau titik-titik yang harus
diubah telah kita dapatkan. Dan kita telah dapat menyampaikannya dengan bahasa
yang mudah dicerna atau dipahami oleh atlet. Karna ini berhubungan denga pola
gerak (yang mana adalah hubungan antara otak, saraf, dan motorik atau alat gerak) yang kompleks yang
direkam dan telah tersimpan di dalam otak secara permanen (kuat).
C.
Partisipasi
dalam Kegiatan di Tempat Latihan
Dalam berpartisipasi
pada kegiatan di tepat latihan penulis menemukan bermacam-macam masalah,
diantaranya :
1. Minimnya
fasilitas latihan fisik
2. Situsi
dan kondisi tempat latihan yang kurang kondusif
3. Sulitnya
meperhitungkan intensitas latihan di alam terbuka (bukan di lintasan lari
atletik)
4. Sulitnya
menentukan intensitas masing-masing atlet ketika berlatih bersama di alam
terbuka (bukan di lintasan lari atletik)
Minimnya
fasilitas latihan fisik merupakan hal yang terjadi hampir disebagian besar klub
dan sekolah sepak bola di Indonesia. Sarana prasarana latihan fisik secara umum
atau mendasar saja sudah sangat sulit ditemukan. Apalagi kita berbicara tentang
sarana dan rasarana latihan fisik yang khusus atau spesifik untuk cabang
olahraga sepak bola. Padahal disini kita berbicara tentang peningkatan prestasi
yang mana harus ditunjang saran dan prasarana yang mupuni. Baik itu saran dan
prasarana untuk latihan fisik dasar maupun saran dan prasarana untuk latihan
fisik khusus atau spesifik cabang olahraga sepak bola. Contohnya saja untuk
saran dan prasarana latihan kekuatan. Yang mana apabila menggunakan berbagai
macam metode (baik itu metode hypertropi, koordinasi intramuscular atau neural,
power murni, time control speed strength method atau TCSMM, orthodox, dan lain sebagainya) selalu
membutuhkan beban yang terhitung. Yang tentu saja membutuhkan alat-alat khusus
latihan beban.
Memang
kita sama-sama mengetahui banyaknya fasilitas-fasilitas berbayar yang
menyediakan alat-alat tersebut di tempat-tempat body building. Namun sesuai dengan tuntutan recovery latihan yang
mana latihan kekuatan minimal dilatihkan tiga kali dalam seminggu. Yang artinya
atlet atau klub harus mengeluarkan biaya yang banyak untuk melatih kekuatan
tiga kali dalam seminggu. Bahkan hanya untuk melatih kekuatan satu kali dalam
seminggupun atlet atau klub harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
Belum
lagi ketika kita berbicara tentang sarana dan prasarana latihan fisik khusus
atau spesifik cabor dalam ruang lingkup
lathan kekuatan. Sangat minim sekali dan bahkan di Kota Bandung penulis secara
pribadi belum pernah menemukan. Adapun beberapa pelatih kreatif dapat melakukan
sedikit ataupun banyak modifikasi pada alat-alat body building yang sudah
ada. Itupun kalau memiliki alat sendiri atau mendapat izin dari pemilik (dengan
asumsi bayaran lebih mahal)
Dikarnakan
fasilitas lapangan dan lintasan lari atletik yang jauh dari rumah maka sebagian
besar waktu latihan dihabiskan di alam terbuka. Mulai dari jalanan, perumahan,
kaki gunung, lapangan sederhana, dan lain sebagainya yang dapat dimanfaatkan
sebagai tempat latihan. Akibatnya terkadang kodisi dan situasi tempat latihan
menjadi kurang kondusif untuk situasi latihan.
Contohnya
saja ketika melatih daya tahan aerobik dengan metode aerobik foundation. Kami
melakukan latihan di sekitar rumah, dengan menyusuri jalan-jalan dan perumahan.
Banyak sekali hal-hal yang mengakibatkan proses latihan menjadi kurang
kondusif. Diataranya :
1. Sulitnya
menghitung intensitas. Memang bisa dengan menghitung denyut nadi dengan
interval tertentu. Namun kurang efisien dan merepotkan. Kalau di lintasan lari
atletik akan lebih mudah. Dengan menghitung waktu lari perkeliling (denyut nadi
130-140). Sehingga denyut nadi akan tetap terjaga dalam waktu perkeliling yang
harus ditempuh.
2. Udara
yang tidak bersih di jalan-jalan yang banyak kendaraan bermotor
3. Lari
atau jogging terkadang harus
dihentikan ketika hendak menyebrangi jalan (dipersimpangan jalan)
4. Kondisi
jalan yang mendaki-menurun. Sehingga intensitas sulit untuk dikontrol.
Pada saat jalan mendaki (menanjak)
atlet cenderung mempertahankan kecepatan larinya. Yang tentu saja berimbas pada
naiknya denyut nadi (intensitas). Karena ketika jalan menanjak maka regangan
otot (kontraksi otot) akan lebih besar. Yang mengakibatkan besarnya kebutuhan
energi yang harus dihasilkan melalui proses metabolisme. Yang selanjutnya
proses metabolisme menciptakan asam laktat yang lebih banyak. Sehingga
kebutuhan akan oksigen akan meningkat untuk kembali memproses asam laktat yang
bertumpuk menjadi suber energi terbarukan. Akibatnya denyut nadi akan meningkat.
Kemudian tidak hanya sampai disitu saja.
Intensitas juga menjadi sulit ditentukan
ketika berlatih secara bersama-sama. Contohnya ketika berlatih daya
tahan aerobik dengan metode aerobik foundation. Denyut nadi latihan dalam
metode ini adalah 130 sapai 140 kali permenit. Namun dalam pelaksanaanya
latihan aerobik foundation dilaksanakan di alam terbuka (buka di lintasan lari
atletik). Sehingga atlet akan berlari secara bersama-sama. Padahal kemampuan
fisik setiap individu atlet berbeda-beda. Sehingga nantinya ketika dilakukan
cek denyut nadi akan terdapat tiga golongan. Pertama atlet yang denyut nadinya
terlalu tinggi atau melebihi 140 kali permenit. Yang mana dapat diakatakan
atlet tersebut terlalu lelah dan tidak sesuai dengan metode latihan. Kedua
atlet yang denyut nadinya terlalu rendah atau kurang dari 130 kali permenit.
Yang artinya latihan terlalu ringan dan atlet tidak akan mendapatkan dampak
fisiologis dari latihan dengan metode aerobik foundation. Yang ketiga adalah
atlet yang denyut nadinya berada pada kisaran antara 130 sampai 140 kali
permenit. Yang mana dapat dikatakan sesuai dengan program latihan yang telah
direncanakan.
Yang
membedakan denyut nadi atlet-atlet tersebut adalah kemampuan daya tahan aerobik
yang berbeda-beda. Dengan kecepatan lari yang sama, atlet yang memilki kemampuan
aerobik yang sangat baik akan memiliki denyut nadi yang relatif lebih rendah
dari atlet yang memiliki kemampuan aerobik yang baik saja. Begitupun terhadap
atlet yang meiliki kemampuan daya tahan aerobik yang rendah. Sehingga untuk
menentukan atau mengontrol intensitas latihan atlet yang bersama-sama latihan
di alam terbuka (bukan di lintasan lari atletik) akan menjadi hal yang sangat
sulit.
Lain
halnya jika latihan dilakukan di lintasan lari atletik. Maka pelatih atau di sini
penulis akan mengelompokkan atlet menjadi tiga kelompok atau lebih. Kelompok
bedasarkan kemampuan daya tahan aerobik atlet masing-masing. Sehingga nantinya
akan didapatkan waktu yang harus ditempuh oleh setiap kelompok perkelilingnya
(400 meter) dengan denyut nadi antara 130 sapai 140 kali permenit. Sehingga
setiap atlet nantinya akan berlatih sesuai dengan metode dan perencanaan
latihan yang telah di buat. Dan diharapkan seua atlet akan mendapatkan dampak fisiologis dari pelatihan
daya tahan aerobik dengan menggunakan metode aerobik foundation.
D.
Proses
Bimbingan
1. Dengan
Dosen Pembimbing
Proses bimbingan dengan
dosen pembimbing yaitu bapak Dr. Mulyan, M.Pd.berjalan dengan lancar. Awal
pertama kali proses bimbingan dimulai yaitu pada saat keluarnya surat
permohonan izin mengadakan praktek lapangan. Pada surat tersebut tertera bahwa
dosen pembimbing penulis adalah bapak Dr. Mulyan, M.Pd. Penulis langsung
menemui beliau dan berkonsultasi tentang pelaksanaan praktek lapangan. Dari
pertemuan awal tersebut bapak Dr. Mulyan, M.Pd. memberika arah tentang
pelaksanaan praktek lapangan. Dan apa saja yang harus dipersiapkan untuk
melakukan praktek lapangan. Termasuk untuk membuat program latihan.
Setelah membuat program
latihan secara umum (karna belum
melakukan tes awal dan menghitung kebutuhan pertandingan). Penulis
kembali menemui bapak Dr. Mulyan, M.Pd. untuk berkonsultasi. Pada pertemuan
kali ini penulis mendapatkan masukan dan wejangan untuk melakukan yang terbaik
pada saat melakukan praktek lapangan. Dan tidak lupa memberikan nasehat-nasehat
tentang pelaksanaan praktek lapangan yang nantinya pasti akan menemui banyak
halangan dan rintangan yang harus dapat penulis cermati dan pecahkan. Mulai
dari pertemuan itulah penulis melaksanakan praktek lapangan sesuai dengan
program yang telah di buat. Dan terus berkonsultasi dengan beliau tentang
masalah-masalah yang penulis temui di lapangan.
Sampai pada akhirnya
semester ganjilpun mulai memasuki masa-masa akhir (UAS). Penulis kembali
menemui bapak Dr. Mulyan, M.Pd. untuk berkonsultasi tentang pembuatan laporan
individu praktik lapangan. Beliau menegaskan bahwa semua program latihan dan
catatan latihan harian harus terekap (terdokumentasi) didalam laporan individu
praktik lapangan.
2. Dengan
Pelatih Kepala
Proses bimbingan dengan
pelatih kepala yaitu bapak Iwan Sunarya sangat intens (sering) sekali. Karena
memang para atlet yang dilatih berada di rumah beliau sendiri. Atau tepatnya
memang tinggal di rumah beliau. Sehingga setiap proses latihan dipantau
langsung oleh pelatih kepala.
Bapak Iwan Sunarya
selalu memberikan masukan dan arahan kepada penulis, baik itu pada saat latihan
maupun setelah latihan. Bahan pada saat-saat senggang beliau selalu memberikan
arahan dan masukan tentang pelatihan.
Tidak hanya memberikan
arahan dan masukan, bapak Iwan Sunarya juga memberikan materi-materi pelatihan.
Baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Seperti pegangan materi seminar PSSI
jabar dan masih banyak lagi yang beliau berikan kepada penulis (seperti video
bentuk-bentuk dan variasi-variasi latihan).
Dan tidak sampai di situ, beliau
bahkan memberikan penulis biaya transpotasi pulang-pergi dari gegerkalong ke
cibiru.
BAB
II
FAKTOR
PENYEBAB DARI MASALAH YANG DIALAMI
A.
Penyusunan
Program latihan
Dalam penyusunan
program latihan terdapat beberapa masalah yang penulis temui, diantaranya :
1. Tidak
pastinya jadwal pertandingan atau kompetisi yang akan mejadi taget
2. Data
kemampuan atlet tidak ada (fisik)
3. Data
kebutuhan pertandingan tidak ada (baik fisik maupun teknik)
4. Data
target kemampuan fisik untuk pertandingan tidak ada
Faktor
penyebab masalah :
1.
Tidak pastinya jadwal pertandingan atau
kompetisi disebabkan oleh banyak faktor. Secara detail penulis tidak
mengetahuinya karna hal tersebut tidak dalam jangkauan penulis. Namun dari
beberapa sumber dan pembicaraan, penulis menyimpulkan beberapa faktor,
diantaranya :
-
Kepengurusan PSSI jawa barat yang akan
berakhir. Mengakibatkan menurunnya kinerja PSSI Jawa Barat. Yang mana
kepengurusan baru dilantik pada akhir desember 2013 lalu. Dengan ketua PSSI
Jawa Barat yang baru yaitu bapak Wali Kota Bogor.
-
Pihak sponsor pertandingan yang tidak
pasti dari tahun ke tahunnya.
2.
Tidak adanya data kemampuan atlet
disebabkan silih bergantinya pelatih. Sehingga data-data latihan dan data-data
kemampuan atlet selalu di bawa oleh pelatih yang terdahulu.
3.
Untuk perasalah nomor tiga ini memiliki
fakto yang sama dengan nomor dua. Yakni disebabkan silih bergantinya pelatih.
Sehingga data selalu di bawa oleh pelatih yang terdahulu.
4. Data
target kemampuan fisik untuk pertandingan tidak ada di sebabkan oleh hal yang
sama seperti sebelumnya. Yakni disebabkan silih bergantinya pelatih. Sehingga data
selalu di bawa oleh pelatih yang terdahulu.
B.
Proses
Penampilan
Selama proses latihan
berlangsung (mulai tanggal 2 november 2013 sampai 5 januari 2014) penulis
mengalami berbagai permasalahan dalam proses penampilan, diantaranya :
1. Sulitnya
mengorganisir situsi dan kondisi yang kondusif untuk latihan
2. Mengingat
nama-nama atlet pada awal-awal latihan bukanlah hal mudah
3. Kesulitan
dalam memahami karakter-karakter atlet
4. Kurang
mahirnya penulis dalam memotivasi atlet untuk berlatih
5. Membosankannya
bentuk-bentuk latihan fisik dalam ulangan yang sangat banyak
6. Penulis
kurang mahir dalam mencontohkan beberapa gerakan (seperti gerakan teknik
pembentukan lari dan lain-lain)
7. Sulitnya
mengoreksi gerakan-gerakan (seperti gerakan teknik pembentukan lari dan
lain-lain) untuk membentuk gerakan yang baik dan benar
8. Sangat
sulit mengubah suatu pola gerak atlet yang salah
9. Penulis
juga mengalami kesulitan dalam penyampaian materi-materi yang menditail dalam
bentuk bahasa yang mudah dicerna. Sehingga terkadang untuk menekankan suatu
pola gerak yang diinginkan butuh beberapa sesi latihan (bahkan banyak sesi).
Faktor penyebab masalah
:
1. Sulitnya
mengorganisir situsi dan kondisi yang kondusif untuk latihan disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya :
-
Masih awamnya penulis terhadap proses
pelatihan
-
Pengalaman memimpin yang asih kurang
-
Pengalaman mengorganisir orang banyak
yang sangat minim
-
Karakteristik atlet yang sangat variatif
2. Mengingat
nama-nama atlet pada awal-awal latihan bukanlah hal mudah. Mungkin ini menjadi
masalah pribadi bagi penulis. Memang dari kecil penulis lebih lambat dalam
mengingat nama dari pada orang lain. Bias dikatakan telah menjadi bawaan sejak
lahir. Penulis akan lebuh udah mengingat wajah dan karakteristik seseorang
daripada namanya.
3. Kesulitan
dalam memahami karakter-karakter atlet. Memang faktor waktu yang membuat
penulis sulit memahami karakteristik individu dari atlet. Karena memang
pertemuan yang sangat terbatas. Yaitu hanya hari jumat, sabtu, dan minggu.
Karena di hari hari lainnya (senin, selasa, rabu, dan kamis) penulis harus
masuk kuliah.
4. Kurang
mahirnya penulis dalam memotivasi atlet untuk berlatih. Beberapa faktor
penyebab diantaranya :
-
Kurang memahami karakteristik atlet
-
Ilmu untuk memotivasi yang kurang
-
Pengalaman melatih yang asih rendah
5. Membosankannya
bentuk-bentuk latihan fisik dalam ulangan yang sangat banyak. Faktor
penyebabnya tentu saja kebutuhan pertandingan yang memang sangat banyak.
6. Penulis
kurang mahir dalam mencontohkan beberapa gerakan (seperti gerakan teknik
pembentukan lari dan lain-lain). Faktor penyebabnya karena penulis bukanlah
mantan atlet. Sehingga tidak terlalu mahir dalam mencontohkan gerakan.
7. Sulitnya
mengoreksi gerakan-gerakan (seperti gerakan teknik pembentukan lari dan
lain-lain) untuk membentuk gerakan yang baik dan benar, kesulitan dalam
penyampaian materi-materi yang menditail dalam bentuk bahasa yang mudah dicerna.
Memang tapaknya faktor pengalaman melatih sangat berpengaruh. Kurangnya
pengalaman mengakibatkan masalah-masalah seperti ini ejadi penghambatpenulis
dalam prose latihan.
8. Sangat
sulit mengubah suatu pola gerak atlet yang salah. Faktor-faktor yang menyebabkan
tibulnya masalah ini dapat bermacam-macam, diantaranya :
-
Pola gerak telah direkam oleh otak
secara baik (pola gerak yang salah atau kurang tepat)
-
Kemampuan pelatih dalam mengoreksi dan
memperbaiki pola gerak atlet yang rendah
-
Rendahnya educability atlet (kemampuan
mempelajari gerak baru)
-
Bahasa pelatih yang sulit diserap oleh
atlet
Masih
banyak lagi faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya masalah-masalah di
atas. Namun beberapa dari pengamata penulis telah penulis tuangkan seperti yang
tertera di atas.
C.
Partisipasi
dalam Kegiatan di Tempat Latihan
Dalam berpartisipasi
pada kegiatan di tepat latihan penulis menemukan bermacam-macam masalah,
diantaranya :
1. Minimnya
fasilitas latihan fisik
2. Situsi
dan kondisi tempat latihan yang kurang kondusif
3. Sulitnya
meperhitungkan intensitas latihan di alam terbuka (bukan di lintasan lari
atletik)
4. Sulitnya
menentukan intensitas masing-masing atlet ketika berlatih bersama di alam
terbuka (bukan di lintasan lari atletik)
Faktor penyebab masalah :
1. Minimnya
fasilitas latihan fisik. Tentunya masalah ini berkaitan dengan biaya
pembangunan fasilitas latihan fisik yang sangat beesar
2. Situsi
dan kondisi tempat latihan yang kurang kondusif. Faktor penyebabnya adalah
tempat latihan yan penulis pilih berada di sekitar kediaan bapak Iwan Sunarya.
Karena untuk mencapai lapangan dan tempat latihan khusus lainnya memang cukup
jauh.
3. Sulitnya
meperhitungkan intensitas latihan di alam terbuka. Faktor penyebabnya
diantaranya adalah :
-
tidak terhitungnya jarak tempuh
-
Kemudian tidak adanya patokan jarak yang
harus di tempuh
-
Naik-turunya mendaki dan menurun)
kondisi jalan yang dilalui
4.
Sulitnya menentukan intensitas
masing-masing atlet ketika berlatih bersama di alam terbuka. Faktor penyebabnya
karena atlet akan selalu berlari dengan berbarengan. Yang artinya kecepatan
lari setiap atlet akan sama. Padahal kemampuan atlet berbeda-beda.
BAB
III
UPAYA PENANGGULANGAN MASALAH
A.
Penyusunan
Program latihan
Dalam penyusunan
program latihan terdapat beberapa masalah yang penulis temui, diantaranya :
1. Tidak
pastinya jadwal pertandingan atau kompetisi yang akan mejadi taget
2. Data
kemampuan atlet tidak ada (fisik)
3. Data
kebutuhan pertandingan tidak ada (baik fisik maupun teknik)
4. Data
target kemampuan fisik untuk pertandingan tidak ada
Upaya
penanggulangan masalah :
1. Upaya
yang penulis lakukan untuk menanggulangi masalah yang pertama adalah dengan
membuat program jangka panjang selama enam bulan. Penulis akan terus
menargetkan peningkatan-peningkatan pada setiap meso perencanaan latihan. Dan
langsung merencanakan tapering (untuk recovery) apabila jadwal pertandingan
atau kompetisi berlangsung sebeblum program enam bulan secara keseluruhan
berakhir.
2. Dikarnakan
data kemampuan atlet tidak ada, penulis pertama kali membuat perencanaan
latihan secara umum. Merencanakan tes awal, waktu berlangsung dan berakhirnya
program latihan. Merencanakan periodisasi biomotor. Dan lain-lain sebagainya
yang tidak bersangkutan dengan data kemampuan atlet.
Kemudian
setelah itu penulis mengadakan tes awal dan kembali merancang program latihan
secara mendetail setelah mendapatkan data kemampuan atlet.
3. Untuk
menanggulangi masalah ketiga penulis melakukan hal yang sama dengan solusi
nomor dua. Yaitu membuat program latihan secara umum.
Kemudian
penulis melakukan penghitungan kebutuhan pertandingan terhadap penampilan
timnas Indonesia U-19 pada laga vinal melawan Vietnam (Indonesia vs Vietnam, 22
Sept 2013). Penulis melakukan penghitungan kebutuhan pertandingan timnas
Indonesia U-19 karena data atupun video pertandingan yang sesungguhnya untuk
pertandingan divisi tiga tidak ada. Selain itu penulis ingin menargetkan
atlet-atlet Kiara Payung FC dapat bermain seperti timnas Indonesia U-19 yang
menjuarai piala AFF 2013.
4. Taget
kemampuan fisik yang harus dipenuhi untuk kopetisi divisi tiga tidak ada. Untuk
menanggulangi masalah tersebut penulis menargetkan setiap kondisi atlet berada
pada batas baik sekali dalam batas kemampuan atlet sepak bola.
B.
Proses
Penampilan
Selama proses latihan
berlangsung (mulai tanggal 2 november 2013 sampai 5 januari 2014) penulis
mengalami berbagai permasalahan dalam proses penampilan, diantaranya :
1. Sulitnya
mengorganisir situsi dan kondisi yang kondusif untuk latihan
2. Mengingat
nama-nama atlet pada awal-awal latihan bukanlah hal mudah
3. Kesulitan
dalam memahami karakter-karakter atlet
4. Kurang
mahirnya penulis dalam memotivasi alet untuk berlatih
5. Membosankannya
bentuk-bentuk latihan fisik dalam ulangan yang sangat banyak
6. Penulis
kurang mahir dalam mencontohkan beberapa gerakan (seperti gerakan teknik
pembentukan lari dan lain-lain)
7. Sulitnya
mengoreksi gerakan-gerakan (seperti gerakan teknik pembentukan lari dan
lain-lain) untuk membentuk gerakan yang baik dan benar
8. Sangat
sulit mengubah suatu pola gerak atlet yang salah
9. Penulis
juga mengalami kesulitan dalam penyampaian materi-materi yang menditail dalam
bentuk bahasa yang mudah dicerna. Sehingga terkadang untuk menekankan suatu
pola gerak yang diinginkan butuh beberapa sesi latihan (bahkan banyak sesi).
Upaya
penanggulangan masalah :
1. Dalam
mengorganisir latihan yang kondusif penulis belajar melalui pengalaman
dilapangan selama melakukan praktek lapangan. Penulis mengaati dan mencoba
memahami karakteristik semuanya. Baik dari atlet sendiri, kondisi tempat
latihan, waktu latihan, dan sebagainya yang dapat menunjang situasi dan kondisi
yang kondusif untuk latihan.
Selain
itu penulis juga berkomunikasi dengan pelatih kepala, pengurus, dan kepada
atlet sendiri. Bagaimana cara mencipatakan situasi dan kondisi latihan yang
kondusif.
2. Untuk
mengingat naa-nama atlet penulis melakukan pendekatan personal di luar waktu
latihan. Bercengkrama, bercerita, dan mengobrol apa saja untuk mendekatkan diri
dengan atlet. Sehingga nama atletpun dapat diingat saru persatu. Namun tetap,
untuk mengingat semua nama-nama atlet penulis membutuhkan beberapa minggu
adaptasi yang panjang.
3. Untuk
menanggulangi masalah nomor tiga penulis juga melakukan hal yang sama dengan
nomor dua. Yaitu melakukan pendekatan personal. Namun tidak hanya itu, penulis
juga mengamati kebiasaan dan kegiatan sehari-hari atlet ketika di luar kegiatan
latihan. Kemudian bertanya kepada atlet lainnya tentang karakteristik temannya.
4. Untuk
menanggulangi masalah motivasi atlet. Penulis memcari dan memahami ilmu-ilmu
tentang motivasi. Baik itu dari media tulis/cetak maupun dari media elektronik.
Selain itu penulis juga mengamati kesukaan atau kegemaran setiap atlet.
Sehingga penulis dapat sedikit menyuntikkan semangat atau motivasi dengan
sesuatu yang disukai oleh atlet.
selain
itu penulis juga tidak jarang harus mengorbankan sedikit materi untuk
memotivasi atlet. Mulai dari hal-hal kecila yang dapat diakan bersama-sama dan
lain sebagainya untuk meningkatkan otivasi atlet mengahadapi pelatihan fisik
yang membosankan.
5. Kebosanan
dalam berlatih fisik dengan pengulangan yang banyak tidak dapat terelakkan,
karna memang itu merupakan kebutuhan latihan untuk pertandingan. Namun di sini
penulis mensiasatinya dengan memberikan bentuk-bentuk atau variasi-variasi
latihan sebanyak mungkin. Baik itu latihan kecepatan,kekuatan, daya tahan, dan
fleksibilitas sekalipun. Penulis tersu memberikan bentuk latihan yang baru
setiap minggunya. Walaupun sebenarnya tujuan latihannya adalah sama.
Selain
itu penulis juga mensiasatinya dengan mengganti suasana latihan. Seperti
mengganti tempat latihan, mengganti orang yang memimpin peregangan, dan lain
sebagainya.
Pernah
suatu kali karna mulai jenuh berlatih, penulis dan atlet rela pergi jauh ke
jatinangor untuk berlatih di universitas padjadjaran. Tapi walaupun jauh,
menghabiskan waktu, dan biaya namun proses pelatihan dapat berjalan lancar dan
sesuai target. Bahkan atlet itda mengalami kejenuhan. Karna sibuk mengamati
tepat asing yang baru. Bahkan suasana di sana memang cukup indah dan menyenangkan,
6. Dalam
mencontohkan gerakan, penulis membaca, elihat, dan berlatih sebelum keesokan
harinya mencontohkan di depan atlet-atlet.
Selain
itu pelatih juga memperlihatkan video sebelum melakukan latihan di lapangan.
Sehingga atlet dapat memperhatikan gerakan yang baik dan benar dari orang-orang
yang mahir melakukan.
Kemudian
penulis juga menampilkan atlet yang bisa melakukan dengan mahir. Sehingga
teman-teman yang lain dapat mengaati dari temannya sendiri.
Ditambah
lagi penulis juga terkadang mempraktekkan analisis untuk atlet. Mana gerakan
yang benar dan mana gerakan yang salah. Sehingga atlet dapat mengoreksi dirinya
sendiri dan melakukan gerakan yang benar dengan analisisnya sendiri.
7. Kesulitan
mengoreksi gerakan atlet penulis tanggulangi dengan cara seperti nomor enam
tadi. Dengan enganalissi secara bersama mana gerakan yang benar dan mana
gerakan yang salah. Sehingga terkadang beberapa koreksian dan masukan memang
luput atau bahkan penulis tidak temukan. Tapi mala ditemukan oleh atletnya
sendiri. Sehingga proses perbaikan gerkan atlet menjadi lebih mudah. Terkadang
penjelasan dan koreksian dari teman lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan
oleh atlet tersebut.
8. Memang
sangat sulit untuk engubah pola gerak atlet yang salah. Apalagi pola gerak itu
telah emnnjadi kebiasaan. Penulis menanggulanginya dengan terus memberikan
koreksian yang membangun atlet. Kemudian memberikan latihan yang terpisah agar
gerakan yang salah itu dapat terus diperbaiki. Seperti memberikan repetisi
tambahan untuk gerkan tertentu dan atlet tertentu.
9. Untuk
permasalahan nomor sembilan, biasanya penulsi terlebih dahulu mengamati bentuk
gerakan dari video. Kemudian memperhatikan titik-titik kunci (coaching point)
dalam melakukan gerakan tersebut. Sehingga nantinya penulis dapat mengintruksikan
dengan baik apa yang harus dilakukan dan diperhatikan oleh atlet dalam
empelajari pola gerak tersebut.
Selain
itu penulis juga terkadang berkonsultasi dengan atlet bagaimna cara penyampaian
kepada atlet lainnya apabila penulis mengharpkan sesuatu untuk disampaikan
dengan bahasa yang mudah untuk dicerna oleh atlet yang lainnya.
C.
Partisipasi
dalam Kegiatan di Tempat Latihan
Dalam berpartisipasi
pada kegiatan di tepat latihan penulis menemukan bermacam-macam masalah,
diantaranya :
1. Minimnya
fasilitas latihan fisik
2. Situsi
dan kondisi tempat latihan yang kurang kondusif
3. Sulitnya
meperhitungkan intensitas latihan di alam terbuka
4. Sulitnya
menentukan intensitas masing-masing atlet ketika berlatih bersama di alam
terbuka (bukan di lintasan lari atletik)
Upaya
penanggulangan masalah :
1. Minimnya
latihan fisik adalah situasi yang tidak terelakkan. Oleh karna itu kita harus
berfikir sekretif mungkin untuk menanggulangi masalah tesebut. Beberapa
penanggulangan yang penulis lakukan diantaranya :
-
Untuk latihan kekuatan dengan metode
hypertropi penulis tetap memberikan latihan dengan beban tubuh sendiri
(internal resisten). Namun dengan bentuk latihan yang menuntut pada pelannya
gerakan seperti push up side by side dan hindu push up. Yang mana lanjutan dari
adaptasi anatomi berbentuk push up. Kemudian benar-benar menekankan iraa
gerakan yang pelan.
-
Latihan kekuatan dengan metode
koordinasi intramuscular atau neuromuscular activation (neural). Penulis tetap
memberikan latihan dengan beban tubuh sendiri (internal resistant). Namun
sangat ditekankan tentang irama gerakan yang cepat.
-
Mencari model-model latihan yang tidak
membutuhkan alat-alat yang khusus (tidak dimiliki). Seperti latihan dengan
ladder (tangga) diganti dengan latihan menggunakan kones (patok) tetapi dengan
tujuan dan fungsi latihan yang sama.
2. Situasi
dan kondisi latihan yang kurang kondusif. Memang pada awal-awal fase latihan
penulis sering memberikan pelatihan di tempat yang kurang kondusif. Namun
seiring dengan berjalannya waktu, penulis mulai mengetahu dan mengenal situasi
dan kondisi di dekitar tempat latihan. Sehingga untuk ke depannya penulis mulai
memilih tepat-tempat latihan yang lebh kondusif. Seperti memilih jalan-jalan di
dalam perumahan daripada jalanan umum yang banyak dilalui kendaraan bermotor.
Atau lebih memilih jalan menuju gunung yang suasannya asri dan minim polusi.
Ditambah lagi kadar oksigen yag lebih tipis.
3. Intensitas
di alam terbuka (bukan di lintasan lari atletik) memang sulit di control.
Karena jarak tidak terhitung. Kemudian kondisi jalan yang naik turun. Di sini
penulis menanggulanginya dengan ikut turun langsung berlatih. Terutama dalam
latihan daya tahan. Sehingga penulis dapat mengontrl secara langsung kecepatan
lari dari atlet. Misalnya ketika jalan yang mendaki, biasanya atlet cenderung
empertahnkan kecepatan larinya. Padahal melakukan hal tersebut dapat
meningkatkan intensitas (denyut nadi) seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Sehingga pada saat pendakian penulis selalu mengontrol kecepatan lari atlet
untuk sedikit diturunkan. Untuk tetap menjaga intensitas atau denyut nadi
sesuai dengan metode yang digunakan.
4. Ketika
berlatih di alam terbuka (bukan di lintasan lari atletik), atlet cenderung
untuk berlari (daya tahan aerobik) secara bersama-sama. Sehingga tentu saja
kecepatan mereka sama. Padahal kemapuan daya tahan aerobik setiap atlet
berbeda-beda. Sehingga akan menyebabkn intesitas yang berbeda-beda pada diri
setiap atlet. Disini penulis menanggulanginya dengan cara menjadikan diri
sendiri sebagai patokan. Yang kebetulan kemampuan daya tahan aerobik penulis
berada diantara (sekitar median) kemampuan atlet lainnya. Sehingga intensitas
elompok akan selalu berada di tengah (rata-rata)
BAB
IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesipulan
Dari
ketiga bab diatas yang memaparkan masalah-masalah, faktor-faktor penyebab
masalah, dan upaya untuk menanggulanginya dalam proses praktik lapangan yang
penulis laksanakan di klub Kiara paying FC. Penulis menyimpulkan bahwasanya di
lapangan kita akan menemukan berbagai macam masalah yang sebelumnya mungkin
belum pernah kita pikirkan atau kita antisipasi. Sehingga menuntut kita untuk
belajar dan berinovasi sekreatif mungkin
untuk mencari solusi-solusi yang pintar dalam menghadapinya. Keudian dalam
melaksanakan praktik lapangan penulis juga menyimpulkan, bahwasanya apa yang
dipelajari di kampus (FPOK UPI) hanyalah sebagai bekal ilmu dan stimulan atau
perangsang untuk mahasiswa dalam belajar. Sedangkan pelajaran yang sesungguhnya
ada di lapangan.
B.
Saran
Dari pemaparan sebelumnya, penulis memberikan saran
sebagi berikut ;
1. Jadilah
individu sekreatif mungkin dan seinovatif mungkin
2. Belajar
sungguh-sungguh dari berbagai disiplin ilmu. Karena dalam melatih, membutuhkan
berbagai macam disiplin ilmu
3. Peluas
wawasan tentang apapun. Terutama yang berkaitan dengan bidang pelatihan cabang
olahraga
4. Memperbanyak
pengalaman melatih dimanapun kita berada
5. Memperbanyak
pengalaman memimpin dan dipimpin
6. Jangan
terlalu monoton dengan ilmu yang dipelajari di kampus. Ambil inti, coaching
point, atau tujuannya lalu terapkan dan sesuaikan dengan kondisi dan situasi di
lapangan