Selasa, 18 Maret 2014

“JALAN SEHAT” OLAHRAGA KHAS KAMPUS UPI BUMI SIILIWANGI YANG MULAI DIGERUS SEBUAH OBSESI

Setiap pagi dan sore hari, terutama pada jam-jam sibuk mahasiswa, terlihat pemandangan yang mulai familiar di lingkungan kampus UPI Bumi Siliwangi. Mahasiswa maupun mahasiswi berjalan hilir-mudik menuju gedung fakultas dan jurusannya masing-masing ataupun sebaliknya. Ada yang berjalan sendirian, ada yang berjalan berkelompok, ada yang berjalan pelan sambil membaca buku, ada yang berjalan tergesa-gesa, dan ada juga yang berjalan sambil bersenda-gurau dengan teman-temannya. Sungguh pemandangan lingkungan kampus pendidikan yang indah sekali.

Berjalan kaki merupakan salah satu bentuk olahraga yang sangat praktis. Yang mana olahraga merupakan kebutuhan dasar dari kehidupan manusia. Karena olahraga adalah gerak. Sedangkan gerak adalah salah satu ciri dari mahluk hidup. Olahraga berjalan kaki memilki banyak manfaat, diantaranya : mudah untuk memulainya, meningkatkan kemampuan otak, membantu mengurangi risiko penyakit jantung dan stroke, dan memperpanjang umur (5 Alasan Sehat untuk Mulai Olahraga dengan Berjalan Kaki, 2012). Sehingga diharapakan olahraga khas kampus UPI Bumi Siliwangi ini dapat dilestarikan dan memberikan manfaat kepada seluruh mahawiswa.

Dewasa ini dapat kita amati salah satu kebijakan kampus UPI yang sedikit menggelitik untuk dikritisi. Yaitu pengadaan alat transpotasi massal gratis yang berkeliling kampus UPI Bumi Siliwangi. Yang mana kendaraan berwarna hijau ini berkeliling kampus UPI mulai dari pagi sampai petang seraya membawa mahasiswa dari satu tempat ke tempat lainnya secara cuma-cuma. Yang tentu saja akan mengurangi jumlah mahasiswa yang berjalan sehat di dalam kampus UPI.

Dari beberapa sisi mungkin kebijakan ini memiliki manfaat dan tujuan tertentu yang positif. Namun dari kaca mata kebiasaan olahraga jalan sehat, terlihat indikasi akan tergerusnya kebudayaan positif yang satu ini. Yang mana terdengar berita bahwasanya angkutan massal ini akan segera diperbanyak.

Setelah lokalisasi parkir roda dua, sebagian besar mahasiswa dan pengamat olahraga dari kalangan dosen FPOK berharap agar lokalisasi kendaraaan roda empat segera dapat direalisasikan. Namun seperti kata pepatah “gayung bersambut, apa daya tangan tak sampai” justru angkutan massal gratis menjadi kebijakan terbaru kampus UPI.

Angkutan massal gratis seperti ini bukanlah hal yang baru. Kampus tetangga (UNPAD) telah terlebih dahulu memulainya beberapa tahun yang lalu. Karna memang kampus UNPAD Jatinangor terkenal sangat luas. Dengan kontur geografis kampus yang berbukit-bukit. Maka wajar jika dibutuhkan angkutan massal gratis bagi mahasiswa UNPAD.

Namun apabila kita mengamati kamus UPI Bumi Siliwangi yang memiliki luas hanya kurang lebih 61 hektar (UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA, Informasi, Lokasi). Dan dengan kontur geografis yang tidak terlalu naik-turun (berbukit-bukit). Dapat dikatakan kampus UPI Bumi Siliwangi tidak terlalu membutuhkan angkutan massal gratis. Terlebih lagi olahraga jalan sehat yang sedang membudaya dewasa ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa dan dapat menjadi identitas yang khas bagi kampus UPI Bumi Siliwangi.

UPI mengidap penyakit budaya latah atau krisis identitas..?

Senin, 13 Januari 2014

LAPORAN INDIVIDU PRAKTIK LAPANGAN DI KLUB SEPAK BOLA KIARA PAYUNG FC




LAPORAN INDIVIDU PRAKTIK LAPANGAN
DI KLUB SEPAK BOLA KIARA PAYUNG FC
TAHUN AJARAN 2013/2014

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat penyelesaian Praktik Lapangan






Oleh :
Herdiansyah Agus
NIM : 1103805


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA
FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014
 







LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN INDIVIDU PRAKTIK LAPANGAN
DI KLUB SEPAK BOLA KIARA PAYUNG FC
TAHUN AJARAN 2013/2014



                                                                                      Bandung,……………….
Dosen Pembimbing,                                                       Pelatih Pembimbing,



Dr. Mulyana, M.Pd.                                                       ………………………….
NIP. 197108041998021001


Mengetahui,
Pengurus Klub,



……………………..
  




BAB I
MASALAH-MASALAH YANG DIALAMI SELAMA PRAKTIK LAPANGAN
A.    Penyusunan Program Latihan
Dalam penyusunan program latihan terdapat beberapa masalah yang penulis temui, diantaranya :
1.      Tidak pastinya jadwal pertandingan atau kompetisi yang akan mejadi taget
2.      Data kemampuan atlet tidak ada (fisik)
3.      Data kebutuhan pertandingan tidak ada (baik fisik maupun teknik)
4.      Data target kemampuan fisik untuk pertandingan tidak ada
Dalam penyusunan program latihan di klub kiara Payung FC, penulis dipercayakan untuk memprogramkan pelatihan fisik untuk atlet. Dalam pembuatan program latihan tersebut, terdapat kendala-kendala yang penulis hadapi. Dalam pembuatan program latihan tentu saja dibutuhkan data-data pertandingan. Baik waktu pelaksanaan maupun kebutuhan pertandingan. Namun penulis menemukan tidak pastinya jadwal pertandingan atau kompetisi yang diadakan oleh pihak-pihak terkait (PSSI JABAR). Sehingga penentuan peak performance (kondisi puncak) atlet sangat sulit untuk di manipulasi dan di targetkan. Begitu juga dalam penentuan pembagian fase-fase latihan. Fase-fase latihan tersebut diantaranya terdiri dari tahap persiapan. Yang terdiri dari persipan umum atau TPU dan tahap persiapn khusus atau TPK. Kemudian tahap kopetisi. Yang terdiri dari tahap pra kompetisi atau TPKom dan tahap kompetisi utama atau TKomUt. Yang mana fase-fase latihan merupakan hal yang sangat penting dalam pentahapan atau memperiodisasikan latihan.
Tidak adanya data kebutuhan pertandingan menjadi masalah berikutnya. Sehingga dalam penentuan volume latihan menjadi hal yang sulit dilakukan. Karena dengan data kebutuhan pertandinganlah  volume maksimal latihan dapat dihitung. Baik itu merupakan data kebutuhan fisk maupun data kebutuhan teknik. Data kebutuhan fisik dalam pertandingan  tentu secara logis menjadi hal yang harus ada dalam pembuatan program latihan fisik. Namun data kebutuhan teknik dalam pertandingan juga sangat dibutuhkan dalam pembuatan program latihan fisik. Karna program latihan fisik juga disiapkan untuk menunjang kebutuhan teknik pada saat pertandingan (fisik yang prima dan siap untuk melakukan teknik sesuai dengan kebutuhan pertandingan).
Kemudian penulis juga mendapatkan masalah dalam pembuatan program latihan dengan tidak adanya data kemampuan atlet serta target kemampuan fisik yang dibutuhkan dalam pertandingan. Sehingga dalam pembuatan program latihan penulis harus benar-benar menulis secara detail program latihan setelah melakukan tes awal. Karena program latihan tidak akan dapat dibuat secara mendetail apabila belum ada data kondisi fisik atlet secra keseluruhan.
Tidak hanya sampai disitu, setelah mendapatkan data kemampuan fisik atlet secara keseluruhan (fleksibilitas, kecepatan, kekuatan, dan daya tahan), penulis kembali menemui masalah pembuatan program dengan ketiadaan data target kebutuhan fisik untuk pertandingan. Data target  kebutuhan fisik dalam pertandingan mutlak harus ada untuk dijadikan pedoman kemampuan atlet yang akan dibentuk (melalui poses pelatihan). Apabila data ini tidak ada maka penulisan program latihan menjadi tidak sisteatis. Seakan-akan menerka-nerka kemampuan atlet yang akan didapatkan melalui proses pelatihan. Sehingga pembuatan program latihan menjadi tidak sesuai dengan kebutuhan pertandingan yang sesungguhnya.
      Sangat ironis sekali mellihat suatu  pelatihan ataupun program latihan yang tidak memiliki data taget kebutuhan fisik dalam pertandingan. Seperti sebuah kapal dilautan lepas yang kehilangan arah dan tujuan. Seperti itulah kiranya apabila kita membahas tentang ketiadaan taget kebutuhan fisik dalam pertandingan. Yang mana data taget kebutuhan fisik dalam pertandingan itu menjadi sebuah tujuan yang akan dan harus dicapai melalui proses pelatihan yang panjang (periodisasi latihan). Sehingga data taget kebutuhan fisik dalam pertandingan dapat dikatakan mutlak dibutuhkan dalam pebuatan sebuah program latihan.
B.           Proses Penampilan
Selama proses latihan berlangsung (mulai tanggal 2 november 2013 sampai 5 januari 2014) penulis mengalami berbagai permasalahan dalam proses penampilan, diantaranya :
1.      Sulitnya mengorganisir situsi dan kondisi yang kondusif untuk latihan
2.      Mengingat nama-nama atlet pada awal-awal latihan bukanlah hal mudah
3.      Kesulitan dalam memahami karakter-karakter atlet
4.      Kurang mahirnya penulis dalam memotivasi alet untuk berlatih
5.      Membosankannya bentuk-bentuk latihan fisik dalam ulangan yang sangat banyak
6.      Penulis kurang mahir dalam mencontohkan beberapa gerakan (seperti gerakan teknik pembentukan lari dan lain-lain)
7.      Sulitnya mengoreksi gerakan-gerakan (seperti gerakan teknik pembentukan lari dan lain-lain) untuk membentuk gerakan yang baik dan benar
8.      Sangat sulit mengubah suatu pola gerak atlet yang salah
9.      Penulis juga mengalami kesulitan dalam penyampaian materi-materi yang menditail dalam bentuk bahasa yang mudah dicerna. Sehingga terkadang untuk menekankan suatu pola gerak yang diinginkan butuh beberapa sesi latihan (bahkan banyak sesi).
Proses penampilan pada masa-masa awal latihan merupakan hal yang sangat berat bagi penulis. Penulis banyak mengalami kesulitan-kesulitan yang harus ditanggulangi. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan proses latihan, satu persatu masalah mulai terlalui dan terpecahkan. Memang dalam proses pelatihan baik itu dari berbagai macam disiplin ilmu dibutuhkan waktu untuk berdaptasi atau dapat juga dikatakan dengan proses pendahuluan.
Pada masa-masa awal latihan penulis sangat kesulitan menghafal nama-nama atlet. Sehingga komunikasi dengan atet menjadi tidak lancer bahkan terhambat. Bahkan ada beberapa waktu penulis ingin menyampaikan sesuatu  namun karna tidak tau nama atlet sehingga penulis mengurungkan  niat. Penulis mengurungkan niat menyampaikan hal tersebut juga karna waktu untuk  menyampaikannya  sangat cepat atau terbatas. Sehingga apabila harus bertanya nama terlebih dahulu akan menyita waktu dan tidak akan sempat. Dan beberapa kali penulis juga menggunakan kata sapaan umum untuk memanggil atlet seperti kamu, hei, menyebutkan warna baju, dan bahkan hanya menyampaikan intruksi tanpa menggunakan kata sapaan.
Menciptakan suasana (situasi dan kondisi) latihan yang kondusif merupakan hal yang sangat kopleks. Mulai dari motivasi masing-masing atlet, situasi dan kondisi tempat latihan (sering sekali hujan), materi latihan dengan pengulangan yang banyak, penyampaian materi, komunikasi antar atlet (ada yang bercanda, ada yang sedang tidak akur), dan lain sebagainya. Sehingga untuk menciptakan suasana latihan yang kondusif penulis  mengalami kesulitan
Motivasi atlet dalam berlatih sangatlah penting. Karna hanya dengan adanya motivasi dalam diri atlet maka proses latihan akan berjalan dengan baik. Berbicara tentang motivasi atlet tentu tidak akan terlepas dari motivasi intrinsik (motivasi dari dalam diri sendiri) dan motivasi ekstrinsik (motivasi dari luar atau pengaruh dari luar). Dalam proses latihan yang telah berlangsung penulis menemukan beberapa atlet yang emiliki motivasi intrinsik yang bagus. Dan itu sangat membantu sekali dalam proses latihan tersebut. Namun ada kalanya pula otivasi intrinsic itu melemah. Biasanya adanya pengaruh-pengaruh dari luar yang mengakibatkan melemahnya motivasi intrinsik atlet tersebut. Namun ada pula atlet-atlet yang memiliki motivasi intrinsik yang lemah. Sehingga harus didorong melalui motivasi ekstrinsik.
Atlet hanya termotivasi dengan permainan sepak bola. Ini adalah suatu hal yang unik. Disini penulis menyadari bahwasanya olahraga sepak bola merupakan olahraga permainan. Sehingga wajar bila atlet hanya tertarik dengan latihan yang menggunakan bola. Namun disini pulalah penulis mengalami kesulitan. Karna pada fase persiapan umum terdapat program pelatihan fisik yang mengarah ke persiapan atau adaptasi fisik secara mendasar. Sehingga proses pelatihan menggunakan bola akan sangat minim sekali dilakukan. Karna dikhawatirkan fisik belum siap untuk melakukan tugas fisik yang berat. Yang nantinya akan dapat merusak teknik dalam proses laihan menggunakan bola. Belum lagi situasi dan kondisi latihan atau tempat latihan yan tidak memungkinkan menggunaan bola.
Kebutuhan pertandingan menjadi target dan acuan dalam pembuatan program latihan. Namun karna acuan itu pulalah pengulangan-pengulangan yang banyak dalam proses latihan menjadi suatu keharusan. Untuk mempersiapkan atlet memenuhi kebutuhan fisiknya dalam pertandingan.
Seperti memakan buah simalakama, tidak terpenuhinya kebutuhan pertandingan atau kejenuhan dalam proses latihan. Dua hal yang saling bertolak belakang harus dihadapi. Kebutuhan pertandingan menjadi hal mutlak yang harus di penuhi untuk mencapai prestasi yang diinginkan. Sehingga kejenuhan dalam proses latihan menjadi suatu hal yang tidak terelakkan. Memang untuk meminimalisir kejenuhan dalam proses latihan dapat dikurangi dengan memperbanyak variasi-variasi latihan. Namun dengan terlalu banyaknya pengulangan yang harus dilakukan menjadikan proses latihan tetap menjenuhkan.
Mencontohkan gerakan yang akan dipelajari. Kalimat ini memang terkadang sangat mudah di ucapkan dan dituliskan dalam program  perencanaan latihan. Bahkan cenderung dianggap sebelah mata oleh penulis dan orang lain. Namun disinilah letak permasalahan yang krusial bagi penulis. Memang secara garis besar penulis menguasai gerakan-gerakan yang harus dicontohkan dalam proses latihan. Namun secara menditail penulis belumlah mahir. Terutama dalam mencontohkan pola-pola gerak teknik pembentukan kecepatan. Yang mana penulis isa melakukan namun tidaklah mahir. Padahal tentu saja atlet akan mencontoh dan meniru sebaik mungkin apa yang dicontohkan oleh pelatihnya.
Mengoreksi kesalah-kesalahan gerakan atlet. Terkadang memang mudah melihat apakah atlet tersebut gerakannya sudah benar atau masih salah. Karena memang bentuk gerakan yang benar telah kita pahami secara mendetail sebelum mengajarkan. Namun yang menjadi permasalahan adalah bagaimana caranya menyapaikan koreksian agar pola gerakan yang salah tersebut dapat berubah. Terkadang kita mengetahui pola gerak tersebut belum sempurna. Namun bagaimana menyepurnakannya adalah suatu hal yang berbeda. Titik-titik mana yang harus dirubah menjadi suatu hal yang sulit untuk ditemukan. Dan bagaimana bahasa menyapaikan agar titik tersebut dapat diubah. Dan apakah bahasa yang digunakan untuk menyampaikan bahwasanya titik tersebut harus diubah dapat dicerna dan dipahami kemudian dilaksanakan oleh atlet. Belum lagi ditambah dengan pola gerak  yang belum tepat (salah) yang mana sudah menjadi kebiasaan. Ini akan lebih sulit lagi untuk merubah atau memperbaikinya.
Memperbaiki pola gerak yang kurang tepat atau kurang efisien atau salah yang mana telah menjadi kebiasaan sangatlah sulit. Walaupun kunci atau titik-titik yang harus diubah telah kita dapatkan. Dan kita telah dapat menyampaikannya dengan bahasa yang mudah dicerna atau dipahami oleh atlet. Karna ini berhubungan denga pola gerak (yang mana adalah hubungan antara otak, saraf, dan  motorik atau alat gerak) yang kompleks yang direkam dan telah tersimpan di dalam otak secara permanen (kuat).
C.          Partisipasi dalam Kegiatan di Tempat Latihan
Dalam berpartisipasi pada kegiatan di tepat latihan penulis menemukan bermacam-macam masalah, diantaranya :
1.      Minimnya fasilitas latihan fisik
2.      Situsi dan kondisi tempat latihan yang kurang kondusif
3.      Sulitnya meperhitungkan intensitas latihan di alam terbuka (bukan di lintasan lari atletik)
4.      Sulitnya menentukan intensitas masing-masing atlet ketika berlatih bersama di alam terbuka (bukan di lintasan lari atletik)
Minimnya fasilitas latihan fisik merupakan hal yang terjadi hampir disebagian besar klub dan sekolah sepak bola di Indonesia. Sarana prasarana latihan fisik secara umum atau mendasar saja sudah sangat sulit ditemukan. Apalagi kita berbicara tentang sarana dan rasarana latihan fisik yang khusus atau spesifik untuk cabang olahraga sepak bola. Padahal disini kita berbicara tentang peningkatan prestasi yang mana harus ditunjang saran dan prasarana yang mupuni. Baik itu saran dan prasarana untuk latihan fisik dasar maupun saran dan prasarana untuk latihan fisik khusus atau spesifik cabang olahraga sepak bola. Contohnya saja untuk saran dan prasarana latihan kekuatan. Yang mana apabila menggunakan berbagai macam metode (baik itu metode hypertropi, koordinasi intramuscular atau neural, power murni, time control speed strength method atau TCSMM,  orthodox, dan lain sebagainya) selalu membutuhkan beban yang terhitung. Yang tentu saja membutuhkan alat-alat khusus latihan beban.
Memang kita sama-sama mengetahui banyaknya fasilitas-fasilitas berbayar yang menyediakan alat-alat tersebut di tempat-tempat body building. Namun sesuai dengan tuntutan recovery latihan yang mana latihan kekuatan minimal dilatihkan tiga kali dalam seminggu. Yang artinya atlet atau klub harus mengeluarkan biaya yang banyak untuk melatih kekuatan tiga kali dalam seminggu. Bahkan hanya untuk melatih kekuatan satu kali dalam seminggupun atlet atau klub harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
Belum lagi ketika kita berbicara tentang sarana dan prasarana latihan fisik khusus atau spesifik cabor dalam  ruang lingkup lathan kekuatan. Sangat minim sekali dan bahkan di Kota Bandung penulis secara pribadi belum pernah menemukan. Adapun beberapa pelatih kreatif dapat melakukan sedikit ataupun banyak modifikasi pada alat-alat body building  yang sudah ada. Itupun kalau memiliki alat sendiri atau mendapat izin dari pemilik (dengan asumsi bayaran lebih mahal)
Dikarnakan fasilitas lapangan dan lintasan lari atletik yang jauh dari rumah maka sebagian besar waktu latihan dihabiskan di alam terbuka. Mulai dari jalanan, perumahan, kaki gunung, lapangan sederhana, dan lain sebagainya yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat latihan. Akibatnya terkadang kodisi dan situasi tempat latihan menjadi kurang kondusif untuk situasi latihan.
Contohnya saja ketika melatih daya tahan aerobik dengan metode aerobik foundation. Kami melakukan latihan di sekitar rumah, dengan menyusuri jalan-jalan dan perumahan. Banyak sekali hal-hal yang mengakibatkan proses latihan menjadi kurang kondusif. Diataranya :
1.      Sulitnya menghitung intensitas. Memang bisa dengan menghitung denyut nadi dengan interval tertentu. Namun kurang efisien dan merepotkan. Kalau di lintasan lari atletik akan lebih mudah. Dengan menghitung waktu lari perkeliling (denyut nadi 130-140). Sehingga denyut nadi akan tetap terjaga dalam waktu perkeliling yang harus ditempuh.
2.      Udara yang tidak bersih di jalan-jalan yang banyak kendaraan bermotor
3.      Lari atau jogging terkadang harus dihentikan ketika hendak menyebrangi jalan (dipersimpangan jalan)
4.      Kondisi jalan yang mendaki-menurun. Sehingga intensitas sulit untuk dikontrol.
Pada saat jalan mendaki (menanjak) atlet cenderung mempertahankan kecepatan larinya. Yang tentu saja berimbas pada naiknya denyut nadi (intensitas). Karena ketika jalan menanjak maka regangan otot (kontraksi otot) akan lebih besar. Yang mengakibatkan besarnya kebutuhan energi yang harus dihasilkan melalui proses metabolisme. Yang selanjutnya proses metabolisme menciptakan asam laktat yang lebih banyak. Sehingga kebutuhan akan oksigen akan meningkat untuk kembali memproses asam laktat yang bertumpuk menjadi suber energi terbarukan. Akibatnya denyut nadi akan  meningkat.
            Kemudian tidak hanya sampai disitu saja. Intensitas juga menjadi sulit ditentukan  ketika berlatih secara bersama-sama. Contohnya ketika berlatih daya tahan aerobik dengan metode aerobik foundation. Denyut nadi latihan dalam metode ini adalah 130 sapai 140 kali permenit. Namun dalam pelaksanaanya latihan aerobik foundation dilaksanakan di alam terbuka (buka di lintasan lari atletik). Sehingga atlet akan berlari secara bersama-sama. Padahal kemampuan fisik setiap individu atlet berbeda-beda. Sehingga nantinya ketika dilakukan cek denyut nadi akan terdapat tiga golongan. Pertama atlet yang denyut nadinya terlalu tinggi atau melebihi 140 kali permenit. Yang mana dapat diakatakan atlet tersebut terlalu lelah dan tidak sesuai dengan metode latihan. Kedua atlet yang denyut nadinya terlalu rendah atau kurang dari 130 kali permenit. Yang artinya latihan terlalu ringan dan atlet tidak akan mendapatkan dampak fisiologis dari latihan dengan metode aerobik foundation. Yang ketiga adalah atlet yang denyut nadinya berada pada kisaran antara 130 sampai 140 kali permenit. Yang mana dapat dikatakan sesuai dengan program latihan yang telah direncanakan.
Yang membedakan denyut nadi atlet-atlet tersebut adalah kemampuan daya tahan aerobik yang berbeda-beda. Dengan kecepatan lari yang sama, atlet yang memilki kemampuan aerobik yang sangat baik akan memiliki denyut nadi yang relatif lebih rendah dari atlet yang memiliki kemampuan aerobik yang baik saja. Begitupun terhadap atlet yang meiliki kemampuan daya tahan aerobik yang rendah. Sehingga untuk menentukan atau mengontrol intensitas latihan atlet yang bersama-sama latihan di alam terbuka (bukan di lintasan lari atletik) akan menjadi hal yang sangat sulit.
Lain halnya jika latihan dilakukan di lintasan lari atletik. Maka pelatih atau di sini penulis akan mengelompokkan atlet menjadi tiga kelompok atau lebih. Kelompok bedasarkan kemampuan daya tahan aerobik atlet masing-masing. Sehingga nantinya akan didapatkan waktu yang harus ditempuh oleh setiap kelompok perkelilingnya (400 meter) dengan denyut nadi antara 130 sapai 140 kali permenit. Sehingga setiap atlet nantinya akan berlatih sesuai dengan metode dan perencanaan latihan yang telah di buat. Dan diharapkan seua atlet akan  mendapatkan dampak fisiologis dari pelatihan daya tahan aerobik dengan menggunakan metode aerobik foundation.
D.          Proses Bimbingan
1.      Dengan Dosen Pembimbing
Proses bimbingan dengan dosen pembimbing yaitu bapak Dr. Mulyan, M.Pd.berjalan dengan lancar. Awal pertama kali proses bimbingan dimulai yaitu pada saat keluarnya surat permohonan izin mengadakan praktek lapangan. Pada surat tersebut tertera bahwa dosen pembimbing penulis adalah bapak Dr. Mulyan, M.Pd. Penulis langsung menemui beliau dan berkonsultasi tentang pelaksanaan praktek lapangan. Dari pertemuan awal tersebut bapak Dr. Mulyan, M.Pd. memberika arah tentang pelaksanaan praktek lapangan. Dan apa saja yang harus dipersiapkan untuk melakukan praktek lapangan. Termasuk untuk membuat program latihan.
Setelah membuat program  latihan secara umum  (karna belum  melakukan tes awal dan menghitung kebutuhan pertandingan). Penulis kembali menemui bapak Dr. Mulyan, M.Pd. untuk berkonsultasi. Pada pertemuan kali ini penulis mendapatkan masukan dan wejangan untuk melakukan yang terbaik pada saat melakukan praktek lapangan. Dan tidak lupa memberikan nasehat-nasehat tentang pelaksanaan praktek lapangan yang nantinya pasti akan menemui banyak halangan dan rintangan yang harus dapat penulis cermati dan pecahkan. Mulai dari pertemuan itulah penulis melaksanakan praktek lapangan sesuai dengan program yang telah di buat. Dan terus berkonsultasi dengan beliau tentang masalah-masalah yang penulis temui di lapangan.
Sampai pada akhirnya semester ganjilpun mulai memasuki masa-masa akhir (UAS). Penulis kembali menemui bapak Dr. Mulyan, M.Pd. untuk berkonsultasi tentang pembuatan laporan individu praktik lapangan. Beliau menegaskan bahwa semua program latihan dan catatan latihan harian harus terekap (terdokumentasi) didalam laporan individu praktik lapangan.
2.      Dengan Pelatih Kepala
Proses bimbingan dengan pelatih kepala yaitu bapak Iwan Sunarya sangat intens (sering) sekali. Karena memang para atlet yang dilatih berada di rumah beliau sendiri. Atau tepatnya memang tinggal di rumah beliau. Sehingga setiap proses latihan dipantau langsung oleh pelatih kepala.
Bapak Iwan Sunarya selalu memberikan masukan dan arahan kepada penulis, baik itu pada saat latihan maupun setelah latihan. Bahan pada saat-saat senggang beliau selalu memberikan arahan dan masukan tentang pelatihan.
Tidak hanya memberikan arahan dan masukan, bapak Iwan Sunarya juga memberikan materi-materi pelatihan. Baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Seperti pegangan materi seminar PSSI jabar dan masih banyak lagi yang beliau berikan kepada penulis (seperti video bentuk-bentuk dan variasi-variasi latihan).
Dan tidak sampai di situ, beliau bahkan memberikan penulis biaya transpotasi pulang-pergi dari gegerkalong ke cibiru.






BAB II
FAKTOR PENYEBAB DARI MASALAH YANG DIALAMI

A.          Penyusunan Program latihan
Dalam penyusunan program latihan terdapat beberapa masalah yang penulis temui, diantaranya :
1.      Tidak pastinya jadwal pertandingan atau kompetisi yang akan mejadi taget
2.      Data kemampuan atlet tidak ada (fisik)
3.      Data kebutuhan pertandingan tidak ada (baik fisik maupun teknik)
4.      Data target kemampuan fisik untuk pertandingan tidak ada
Faktor penyebab masalah :
1.      Tidak pastinya jadwal pertandingan atau kompetisi disebabkan oleh banyak faktor. Secara detail penulis tidak mengetahuinya karna hal tersebut tidak dalam jangkauan penulis. Namun dari beberapa sumber dan pembicaraan, penulis menyimpulkan beberapa faktor, diantaranya :
-          Kepengurusan PSSI jawa barat yang akan berakhir. Mengakibatkan menurunnya kinerja PSSI Jawa Barat. Yang mana kepengurusan baru dilantik pada akhir desember 2013 lalu. Dengan ketua PSSI Jawa Barat yang baru yaitu bapak Wali Kota Bogor.
-          Pihak sponsor pertandingan yang tidak pasti dari tahun ke tahunnya.
2.      Tidak adanya data kemampuan atlet disebabkan silih bergantinya pelatih. Sehingga data-data latihan dan data-data kemampuan atlet selalu di bawa oleh pelatih yang terdahulu.
3.      Untuk perasalah nomor tiga ini memiliki fakto yang sama dengan nomor dua. Yakni disebabkan silih bergantinya pelatih. Sehingga data selalu di bawa oleh pelatih yang terdahulu.
4.      Data target kemampuan fisik untuk pertandingan tidak ada di sebabkan oleh hal yang sama seperti sebelumnya. Yakni disebabkan silih bergantinya pelatih. Sehingga data selalu di bawa oleh pelatih yang terdahulu.

B.           Proses Penampilan
Selama proses latihan berlangsung (mulai tanggal 2 november 2013 sampai 5 januari 2014) penulis mengalami berbagai permasalahan dalam proses penampilan, diantaranya :
1.      Sulitnya mengorganisir situsi dan kondisi yang kondusif untuk latihan
2.      Mengingat nama-nama atlet pada awal-awal latihan bukanlah hal mudah
3.      Kesulitan dalam memahami karakter-karakter atlet
4.      Kurang mahirnya penulis dalam memotivasi atlet untuk berlatih
5.      Membosankannya bentuk-bentuk latihan fisik dalam ulangan yang sangat banyak
6.      Penulis kurang mahir dalam mencontohkan beberapa gerakan (seperti gerakan teknik pembentukan lari dan lain-lain)
7.      Sulitnya mengoreksi gerakan-gerakan (seperti gerakan teknik pembentukan lari dan lain-lain) untuk membentuk gerakan yang baik dan benar
8.      Sangat sulit mengubah suatu pola gerak atlet yang salah
9.      Penulis juga mengalami kesulitan dalam penyampaian materi-materi yang menditail dalam bentuk bahasa yang mudah dicerna. Sehingga terkadang untuk menekankan suatu pola gerak yang diinginkan butuh beberapa sesi latihan (bahkan banyak sesi).
Faktor penyebab masalah :
1.      Sulitnya mengorganisir situsi dan kondisi yang kondusif untuk latihan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya :
-          Masih awamnya penulis terhadap proses pelatihan
-          Pengalaman memimpin yang asih kurang
-          Pengalaman mengorganisir orang banyak yang sangat minim
-          Karakteristik atlet yang sangat variatif
2.      Mengingat nama-nama atlet pada awal-awal latihan bukanlah hal mudah. Mungkin ini menjadi masalah pribadi bagi penulis. Memang dari kecil penulis lebih lambat dalam mengingat nama dari pada orang lain. Bias dikatakan telah menjadi bawaan sejak lahir. Penulis akan lebuh udah mengingat wajah dan karakteristik seseorang daripada namanya.
3.      Kesulitan dalam memahami karakter-karakter atlet. Memang faktor waktu yang membuat penulis sulit memahami karakteristik individu dari atlet. Karena memang pertemuan yang sangat terbatas. Yaitu hanya hari jumat, sabtu, dan minggu. Karena di hari hari lainnya (senin, selasa, rabu, dan kamis) penulis harus masuk kuliah.
4.      Kurang mahirnya penulis dalam memotivasi atlet untuk berlatih. Beberapa faktor penyebab diantaranya :
-          Kurang memahami karakteristik atlet
-          Ilmu untuk memotivasi yang kurang
-          Pengalaman melatih yang asih rendah
5.      Membosankannya bentuk-bentuk latihan fisik dalam ulangan yang sangat banyak. Faktor penyebabnya tentu saja kebutuhan pertandingan yang memang sangat banyak.
6.      Penulis kurang mahir dalam mencontohkan beberapa gerakan (seperti gerakan teknik pembentukan lari dan lain-lain). Faktor penyebabnya karena penulis bukanlah mantan atlet. Sehingga tidak terlalu mahir dalam mencontohkan gerakan.
7.      Sulitnya mengoreksi gerakan-gerakan (seperti gerakan teknik pembentukan lari dan lain-lain) untuk membentuk gerakan yang baik dan benar, kesulitan dalam penyampaian materi-materi yang menditail dalam bentuk bahasa yang mudah dicerna. Memang tapaknya faktor pengalaman melatih sangat berpengaruh. Kurangnya pengalaman mengakibatkan masalah-masalah seperti ini ejadi penghambatpenulis dalam prose latihan.
8.      Sangat sulit mengubah suatu pola gerak atlet yang salah. Faktor-faktor yang menyebabkan tibulnya masalah ini dapat bermacam-macam, diantaranya :
-          Pola gerak telah direkam oleh otak secara baik (pola gerak yang salah atau kurang tepat)
-          Kemampuan pelatih dalam mengoreksi dan memperbaiki pola gerak atlet yang rendah
-          Rendahnya educability atlet (kemampuan mempelajari gerak baru)
-          Bahasa pelatih yang sulit diserap oleh atlet
Masih banyak lagi faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya masalah-masalah di atas. Namun beberapa dari pengamata penulis telah penulis tuangkan seperti yang tertera di atas.
C.          Partisipasi dalam Kegiatan di Tempat Latihan
Dalam berpartisipasi pada kegiatan di tepat latihan penulis menemukan bermacam-macam masalah, diantaranya :
1.      Minimnya fasilitas latihan fisik
2.      Situsi dan kondisi tempat latihan yang kurang kondusif
3.      Sulitnya meperhitungkan intensitas latihan di alam terbuka (bukan di lintasan lari atletik)
4.      Sulitnya menentukan intensitas masing-masing atlet ketika berlatih bersama di alam terbuka (bukan di lintasan lari atletik)
Faktor penyebab masalah :
1.      Minimnya fasilitas latihan fisik. Tentunya masalah ini berkaitan dengan biaya pembangunan fasilitas latihan fisik yang sangat beesar
2.      Situsi dan kondisi tempat latihan yang kurang kondusif. Faktor penyebabnya adalah tempat latihan yan penulis pilih berada di sekitar kediaan bapak Iwan Sunarya. Karena untuk mencapai lapangan dan tempat latihan khusus lainnya memang cukup jauh.
3.      Sulitnya meperhitungkan intensitas latihan di alam terbuka. Faktor penyebabnya diantaranya adalah :
-          tidak terhitungnya jarak tempuh
-          Kemudian tidak adanya patokan jarak yang harus di tempuh
-          Naik-turunya mendaki dan menurun) kondisi jalan yang dilalui
4.      Sulitnya menentukan intensitas masing-masing atlet ketika berlatih bersama di alam terbuka. Faktor penyebabnya karena atlet akan selalu berlari dengan berbarengan. Yang artinya kecepatan lari setiap atlet akan sama. Padahal kemampuan atlet berbeda-beda.




BAB III
UPAYA PENANGGULANGAN MASALAH
A.          Penyusunan Program latihan
Dalam penyusunan program latihan terdapat beberapa masalah yang penulis temui, diantaranya :
1.      Tidak pastinya jadwal pertandingan atau kompetisi yang akan mejadi taget
2.      Data kemampuan atlet tidak ada (fisik)
3.      Data kebutuhan pertandingan tidak ada (baik fisik maupun teknik)
4.      Data target kemampuan fisik untuk pertandingan tidak ada
Upaya penanggulangan masalah :
1.      Upaya yang penulis lakukan untuk menanggulangi masalah yang pertama adalah dengan membuat program jangka panjang selama enam bulan. Penulis akan terus menargetkan peningkatan-peningkatan pada setiap meso perencanaan latihan. Dan langsung merencanakan tapering (untuk recovery) apabila jadwal pertandingan atau kompetisi berlangsung sebeblum program enam bulan secara keseluruhan berakhir.
2.      Dikarnakan data kemampuan atlet tidak ada, penulis pertama kali membuat perencanaan latihan secara umum. Merencanakan tes awal, waktu berlangsung dan berakhirnya program latihan. Merencanakan periodisasi biomotor. Dan lain-lain sebagainya yang tidak bersangkutan dengan data kemampuan atlet.
Kemudian setelah itu penulis mengadakan tes awal dan kembali merancang program latihan secara mendetail setelah mendapatkan data kemampuan atlet.
3.      Untuk menanggulangi masalah ketiga penulis melakukan hal yang sama dengan solusi nomor dua. Yaitu membuat program latihan secara umum.
Kemudian penulis melakukan penghitungan kebutuhan pertandingan terhadap penampilan timnas Indonesia U-19 pada laga vinal melawan Vietnam (Indonesia vs Vietnam, 22 Sept 2013). Penulis melakukan penghitungan kebutuhan pertandingan timnas Indonesia U-19 karena data atupun video pertandingan yang sesungguhnya untuk pertandingan divisi tiga tidak ada. Selain itu penulis ingin menargetkan atlet-atlet Kiara Payung FC dapat bermain seperti timnas Indonesia U-19 yang menjuarai piala AFF 2013.
4.      Taget kemampuan fisik yang harus dipenuhi untuk kopetisi divisi tiga tidak ada. Untuk menanggulangi masalah tersebut penulis menargetkan setiap kondisi atlet berada pada batas baik sekali dalam batas kemampuan atlet sepak bola.
B.           Proses Penampilan
Selama proses latihan berlangsung (mulai tanggal 2 november 2013 sampai 5 januari 2014) penulis mengalami berbagai permasalahan dalam proses penampilan, diantaranya :
1.      Sulitnya mengorganisir situsi dan kondisi yang kondusif untuk latihan
2.      Mengingat nama-nama atlet pada awal-awal latihan bukanlah hal mudah
3.      Kesulitan dalam memahami karakter-karakter atlet
4.      Kurang mahirnya penulis dalam memotivasi alet untuk berlatih
5.      Membosankannya bentuk-bentuk latihan fisik dalam ulangan yang sangat banyak
6.      Penulis kurang mahir dalam mencontohkan beberapa gerakan (seperti gerakan teknik pembentukan lari dan lain-lain)
7.      Sulitnya mengoreksi gerakan-gerakan (seperti gerakan teknik pembentukan lari dan lain-lain) untuk membentuk gerakan yang baik dan benar
8.      Sangat sulit mengubah suatu pola gerak atlet yang salah
9.      Penulis juga mengalami kesulitan dalam penyampaian materi-materi yang menditail dalam bentuk bahasa yang mudah dicerna. Sehingga terkadang untuk menekankan suatu pola gerak yang diinginkan butuh beberapa sesi latihan (bahkan banyak sesi).
Upaya penanggulangan masalah :
1.      Dalam mengorganisir latihan yang kondusif penulis belajar melalui pengalaman dilapangan selama melakukan praktek lapangan. Penulis mengaati dan mencoba memahami karakteristik semuanya. Baik dari atlet sendiri, kondisi tempat latihan, waktu latihan, dan sebagainya yang dapat menunjang situasi dan kondisi yang kondusif untuk latihan.
Selain itu penulis juga berkomunikasi dengan pelatih kepala, pengurus, dan kepada atlet sendiri. Bagaimana cara mencipatakan situasi dan kondisi latihan yang kondusif.
2.      Untuk mengingat naa-nama atlet penulis melakukan pendekatan personal di luar waktu latihan. Bercengkrama, bercerita, dan mengobrol apa saja untuk mendekatkan diri dengan atlet. Sehingga nama atletpun dapat diingat saru persatu. Namun tetap, untuk mengingat semua nama-nama atlet penulis membutuhkan beberapa minggu adaptasi yang panjang.
3.      Untuk menanggulangi masalah nomor tiga penulis juga melakukan hal yang sama dengan nomor dua. Yaitu melakukan pendekatan personal. Namun tidak hanya itu, penulis juga mengamati kebiasaan dan kegiatan sehari-hari atlet ketika di luar kegiatan latihan. Kemudian bertanya kepada atlet lainnya tentang karakteristik temannya.
4.      Untuk menanggulangi masalah motivasi atlet. Penulis memcari dan memahami ilmu-ilmu tentang motivasi. Baik itu dari media tulis/cetak maupun dari media elektronik. Selain itu penulis juga mengamati kesukaan atau kegemaran setiap atlet. Sehingga penulis dapat sedikit menyuntikkan semangat atau motivasi dengan sesuatu yang disukai oleh atlet.
selain itu penulis juga tidak jarang harus mengorbankan sedikit materi untuk memotivasi atlet. Mulai dari hal-hal kecila yang dapat diakan bersama-sama dan lain sebagainya untuk meningkatkan otivasi atlet mengahadapi pelatihan fisik yang membosankan.
5.      Kebosanan dalam berlatih fisik dengan pengulangan yang banyak tidak dapat terelakkan, karna memang itu merupakan kebutuhan latihan untuk pertandingan. Namun di sini penulis mensiasatinya dengan memberikan bentuk-bentuk atau variasi-variasi latihan sebanyak mungkin. Baik itu latihan kecepatan,kekuatan, daya tahan, dan fleksibilitas sekalipun. Penulis tersu memberikan bentuk latihan yang baru setiap minggunya. Walaupun sebenarnya tujuan latihannya adalah sama.
Selain itu penulis juga mensiasatinya dengan mengganti suasana latihan. Seperti mengganti tempat latihan, mengganti orang yang memimpin peregangan, dan lain sebagainya.
Pernah suatu kali karna mulai jenuh berlatih, penulis dan atlet rela pergi jauh ke jatinangor untuk berlatih di universitas padjadjaran. Tapi walaupun jauh, menghabiskan waktu, dan biaya namun proses pelatihan dapat berjalan lancar dan sesuai target. Bahkan atlet itda mengalami kejenuhan. Karna sibuk mengamati tepat asing yang baru. Bahkan suasana di sana memang cukup indah dan menyenangkan,
6.      Dalam mencontohkan gerakan, penulis membaca, elihat, dan berlatih sebelum keesokan harinya mencontohkan di depan atlet-atlet.
Selain itu pelatih juga memperlihatkan video sebelum melakukan latihan di lapangan. Sehingga atlet dapat memperhatikan gerakan yang baik dan benar dari orang-orang yang mahir melakukan.
Kemudian penulis juga menampilkan atlet yang bisa melakukan dengan mahir. Sehingga teman-teman yang lain dapat mengaati dari temannya sendiri.
Ditambah lagi penulis juga terkadang mempraktekkan analisis untuk atlet. Mana gerakan yang benar dan mana gerakan yang salah. Sehingga atlet dapat mengoreksi dirinya sendiri dan melakukan gerakan yang benar dengan analisisnya sendiri.
7.      Kesulitan mengoreksi gerakan atlet penulis tanggulangi dengan cara seperti nomor enam tadi. Dengan enganalissi secara bersama mana gerakan yang benar dan mana gerakan yang salah. Sehingga terkadang beberapa koreksian dan masukan memang luput atau bahkan penulis tidak temukan. Tapi mala ditemukan oleh atletnya sendiri. Sehingga proses perbaikan gerkan atlet menjadi lebih mudah. Terkadang penjelasan dan koreksian dari teman lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan oleh atlet tersebut.
8.      Memang sangat sulit untuk engubah pola gerak atlet yang salah. Apalagi pola gerak itu telah emnnjadi kebiasaan. Penulis menanggulanginya dengan terus memberikan koreksian yang membangun atlet. Kemudian memberikan latihan yang terpisah agar gerakan yang salah itu dapat terus diperbaiki. Seperti memberikan repetisi tambahan untuk gerkan tertentu dan atlet tertentu.
9.      Untuk permasalahan nomor sembilan, biasanya penulsi terlebih dahulu mengamati bentuk gerakan dari video. Kemudian memperhatikan titik-titik kunci (coaching point) dalam melakukan gerakan tersebut. Sehingga nantinya penulis dapat mengintruksikan dengan baik apa yang harus dilakukan dan diperhatikan oleh atlet dalam empelajari pola gerak tersebut.
Selain itu penulis juga terkadang berkonsultasi dengan atlet bagaimna cara penyampaian kepada atlet lainnya apabila penulis mengharpkan sesuatu untuk disampaikan dengan bahasa yang mudah untuk dicerna oleh atlet yang lainnya.

C.          Partisipasi dalam Kegiatan di Tempat Latihan
Dalam berpartisipasi pada kegiatan di tepat latihan penulis menemukan bermacam-macam masalah, diantaranya :
1.      Minimnya fasilitas latihan fisik
2.      Situsi dan kondisi tempat latihan yang kurang kondusif
3.      Sulitnya meperhitungkan intensitas latihan di alam terbuka
4.      Sulitnya menentukan intensitas masing-masing atlet ketika berlatih bersama di alam terbuka (bukan di lintasan lari atletik)
Upaya penanggulangan masalah :
1.      Minimnya latihan fisik adalah situasi yang tidak terelakkan. Oleh karna itu kita harus berfikir sekretif mungkin untuk menanggulangi masalah tesebut. Beberapa penanggulangan yang penulis lakukan diantaranya :
-          Untuk latihan kekuatan dengan metode hypertropi penulis tetap memberikan latihan dengan beban tubuh sendiri (internal resisten). Namun dengan bentuk latihan yang menuntut pada pelannya gerakan seperti push up side by side dan hindu push up. Yang mana lanjutan dari adaptasi anatomi berbentuk push up. Kemudian benar-benar menekankan iraa gerakan yang pelan.
-          Latihan kekuatan dengan metode koordinasi intramuscular atau neuromuscular activation (neural). Penulis tetap memberikan latihan dengan beban tubuh sendiri (internal resistant). Namun sangat ditekankan tentang irama gerakan yang cepat.
-          Mencari model-model latihan yang tidak membutuhkan alat-alat yang khusus (tidak dimiliki). Seperti latihan dengan ladder (tangga) diganti dengan latihan menggunakan kones (patok) tetapi dengan tujuan dan fungsi latihan yang sama.
2.      Situasi dan kondisi latihan yang kurang kondusif. Memang pada awal-awal fase latihan penulis sering memberikan pelatihan di tempat yang kurang kondusif. Namun seiring dengan berjalannya waktu, penulis mulai mengetahu dan mengenal situasi dan kondisi di dekitar tempat latihan. Sehingga untuk ke depannya penulis mulai memilih tepat-tempat latihan yang lebh kondusif. Seperti memilih jalan-jalan di dalam perumahan daripada jalanan umum yang banyak dilalui kendaraan bermotor. Atau lebih memilih jalan menuju gunung yang suasannya asri dan minim polusi. Ditambah lagi kadar oksigen yag lebih tipis.
3.      Intensitas di alam terbuka (bukan di lintasan lari atletik) memang sulit di control. Karena jarak tidak terhitung. Kemudian kondisi jalan yang naik turun. Di sini penulis menanggulanginya dengan ikut turun langsung berlatih. Terutama dalam latihan daya tahan. Sehingga penulis dapat mengontrl secara langsung kecepatan lari dari atlet. Misalnya ketika jalan yang mendaki, biasanya atlet cenderung empertahnkan kecepatan larinya. Padahal melakukan hal tersebut dapat meningkatkan intensitas (denyut nadi) seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sehingga pada saat pendakian penulis selalu mengontrol kecepatan lari atlet untuk sedikit diturunkan. Untuk tetap menjaga intensitas atau denyut nadi sesuai dengan metode yang digunakan.
4.      Ketika berlatih di alam terbuka (bukan di lintasan lari atletik), atlet cenderung untuk berlari (daya tahan aerobik) secara bersama-sama. Sehingga tentu saja kecepatan mereka sama. Padahal kemapuan daya tahan aerobik setiap atlet berbeda-beda. Sehingga akan menyebabkn intesitas yang berbeda-beda pada diri setiap atlet. Disini penulis menanggulanginya dengan cara menjadikan diri sendiri sebagai patokan. Yang kebetulan kemampuan daya tahan aerobik penulis berada diantara (sekitar median) kemampuan atlet lainnya. Sehingga intensitas elompok akan selalu berada di tengah (rata-rata)




BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.          Kesipulan
Dari ketiga bab diatas yang memaparkan masalah-masalah, faktor-faktor penyebab masalah, dan upaya untuk menanggulanginya dalam proses praktik lapangan yang penulis laksanakan di klub Kiara paying FC. Penulis menyimpulkan bahwasanya di lapangan kita akan menemukan berbagai macam masalah yang sebelumnya mungkin belum pernah kita pikirkan atau kita antisipasi. Sehingga menuntut kita untuk belajar dan berinovasi sekreatif  mungkin untuk mencari solusi-solusi yang pintar dalam menghadapinya. Keudian dalam melaksanakan praktik lapangan penulis juga menyimpulkan, bahwasanya apa yang dipelajari di kampus (FPOK UPI) hanyalah sebagai bekal ilmu dan stimulan atau perangsang untuk mahasiswa dalam belajar. Sedangkan pelajaran yang sesungguhnya ada di lapangan.
B.           Saran
Dari pemaparan sebelumnya, penulis memberikan saran sebagi berikut ;
1.      Jadilah individu sekreatif mungkin dan seinovatif mungkin
2.      Belajar sungguh-sungguh dari berbagai disiplin ilmu. Karena dalam melatih, membutuhkan berbagai macam disiplin ilmu
3.      Peluas wawasan tentang apapun. Terutama yang berkaitan dengan bidang pelatihan cabang olahraga
4.      Memperbanyak pengalaman melatih dimanapun kita berada
5.      Memperbanyak pengalaman memimpin dan dipimpin
6.      Jangan terlalu monoton dengan ilmu yang dipelajari di kampus. Ambil inti, coaching point, atau tujuannya lalu terapkan dan sesuaikan dengan kondisi dan situasi di lapangan